Prof Hefni Effendi Sebagai Instruktur ESIA World Bank

Prof Hefni Effendi Sebagai Instruktur ESIA World Bank

World Bank (WB) sebagai lembaga perbankan yang memberikan pinjaman (loan) kepada sejumlah projek pembangunan di Indonesia mengaplikasikan skema pengelolaan lingkungan tersendiri yang serupa tapi tak sama dengan Amdal, yang disebut ESIA (Environmental and Social Impact Assessment).  Setiap institusi yang mengajukan pinjaman ke WB harus memenuhi 10 ESS (Environmental and Social Standard) yang harus dituangkan secara rinci dalam kajian ESIA.

Hingga saat ini kajian ESIA dilakukan oleh konsultan dan pakar yang internationally recognized.   WB dan ADB (Asian Deevelopment Bank) sekarang sedang berupaya untuk meningkatkan kapasitas kelembagaan (capacity building) dan peningkatan kompetensi kepakaran dalam menganalisis dan mengkaji ESIA untuk lembaga dan pakar orang Indonesia.

Dalam rangka itu, WB dan ADB menjalin kerjasama dengan sejumlah pakar lingkungan dari UGM, IPB University, UI, UNHAS, UNAND, UNPAD, membentuk NLC (National Learning Center) dibawah arahan KLHK dan Bappenas, tentang kajian ESIA serta advance knowledge dan environmental tools untuk environmental sustainability.  NLC ini diberi tugas untuk memformulasikan dan mengembangkan model pengelolaan dan penyusunan materi workshop tentang ESIA dan advance knowledge yang mendukungnya.  Setelah melalui serangkaian TOT dan roll out training, maka nantinya NLC akan melaksanakan training tentang ESIA untuk publik, sehingga diharapkan akan semakin banyak konsultan dan pakar Indonesia yang memahami esensi konsep ESIA secara utuh dan komprehensif serta mampu berkompetisi dengan konsultan dan pakar asing.

Prof Hefni Effendi, guru besar FPIK IPB University, ditugaskan oleh WB dan ADB sebagai salah satu instruktur yang mengembangkan sistem training ESIA ini di Indonesia. Pada 26-27 Februari dilaksanakan workshop Pengembangan Kurikulum Training Marine Biodiversity dalam memenuhi ESS 6 Biodiversity and Conservation pada ESIA.  Pada ESS 6 ini dibahas tentang endanged species, vulnerable species, natural habitat, modified habitat, critical habitat, dsb, yang intinya memberikan gambaran tentang kondisi lingkungan awal di suatu wilayah yang projeknya akan didanai oleh WB dan ADB.

Prof Hefni juga memaparkan secara runtut hierarki pengelolaan biodiversity yang dimulai avoidance, minimization, mitigation/restoration/rehabilitation, dan biodiversity offset.  Langkah Biodiversity offset merupakan prioritas terendah dan pilihan terakhir (last resort), jika ketiga langkah sebelumnya sudah dilakukan dan masih ada dampak sisa (residual impact) yang tak bisa dipungkiri lagi.

Bagaimana mengelola biodiversity dan conservation tersebut dielaborasi secara rinci dalam Guidance Note for Borrower ESS 6: Biodiversity Conservation and Sustainable Management of Living Natural Resources.   Hal lain dalam pengelolaan biodiversity menurut ESS 6 ini yang juga harus diimplementasikan dalam pengelolaan biodiversity adalah masyarakat yang selama ini menggantungkan hidupnya kepada kekayaan biodiversity juga harus diperhatikan keberlanjutan kehidupannya dari sisi sosial ekonomi.

Oleh karena itu, pelibatan masyarakat (stakeholder enggagement) menjadi titik sentral agar pengelolaan biodiversity menuai hasil.  Pelibatan masyarakat melalui kemitraan (partnership) dan pembentukan/pengembangan kelembagaan yang berkaitan dengan pemanfaatan dan pemeliharaan biodiversity, sehingga rasa kepemilikan (ownership) terhadap keberlanjutan biodiversity juga akan tertanam di benak masyarakat.  Diharapkan pemeliharaan biodiversity akan dapat tumbuh dan berkembang menjadi tanggungjawab bersama.

Pemateri lain Prof Parikesit dari UNPAD juga memaparkan lesson learned kajian biodiversity pada projek pembangunan Upper Cisokan Hydroelectric Power yang juga mengedepankan partnership yang intensif dengan masyarakat dalam pengelolaan biodiversity.

SDGs yang tercakup dalam kegiatan ini adalah SDGs 7. Energi Bersih dan Terjangkau, karena kegiatan WB dan ADB di Indonesia banyak membangun pembangkit listrik. SDGs 8 Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi, karena kegiatan yang didanai WB dan ADB tentu meningkatkan pertumbuhan ekonomi. SDGs 9 Industri, Inovasi dan Infrastruktur, karena projek yang didanai oleh WB dan ADB meningkatkan infrastruktur kelistrikan. SDGs 13 Penanganan Perubahan Iklim, karena projek dari WB dan ADB juga untuk energi bersih yang minim emisi. SDGs 14 Ekosistem Lautan, karena projek WB dan ADB juga membatasi kegiatan yang dapat mencemari laut. SDGs 15 Ekosistem Daratan,  karena projek WB dan ADB juga membatasi kegiatan yang dapat mencemari daratan. SDGs 17 Kemitraan untuk Mencapai Tujuan, partnership dalam pengelolaan lingkungan menjadi keharusan (HEF).

One thought on “Prof Hefni Effendi Sebagai Instruktur ESIA World Bank”

  1. It’s very interesting! If you need help, look here: ARA Agency

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *